Pernah mendengar sebuah proyek mega budget yang sempat mengalami masalah produksi? Itulah film yang akan dirilis oleh sebuah production house Hollywood, Universal Pictures. Melibatkan aktor-aktris yang besar seperti Keanu Reeves dan juga Rinko Kikuchi. 47 Ronin adalah proyek milik Universal Pictures yang telah berulang kali diundur dalam perilisannya. Mengalami beberapa kali masalah yang sempat mengancam kelangsungan dari film ini sendiri. Menelan budget yang cukup fantastis karena masalah produksi dan sempat hampir saja proyek ini dibatalkan. Ditangan sutradara Carl Rinsch, film ini pun tetap berlangsung dan ini adalah sebuah film debut oleh Carl Rinsch.
Kesalahan pertama yang dilakukan oleh Universal Pictures adalah memberikan kepercayaan kepada sutradara Debut dengan proyek mega budget yang sedang dirundung masalah dalam produksi. Hingga bukan malah mega budget itu berlari menjadi sebuah mahakarya fantastis, film ini pun menjadi film yang tak hanya memiliki masalah dalam produksi tetapi juga bermasalah dalam menentukan eksekusi.
Dibuka dengan perkenalan dari seorang pemuda bernama Kai (Keanu Reeves) yang memiliki darah campuran. Dia dikucilkan dan diremehkan oleh semua orang. Dia diasuh oleh Oishi (Hiroyuki Sanada) sejak kecil. Hingga suatu ketika, kerajaan milik Lord Asano (Min Tanaka) sedang diincar oleh Lord Kira (Tadanobu Asano). Lord Kira bekerja sama dengan Witch (Rinko Kikuchi) dalam melengserkan Lord Asano.
Setelah berhasil melengserkan, seluruh tentara kerajaan Lord Asano pun dicopot dari jabatan. Hingga suatu ketika, Oishi berencana untuk balas dendam kepada Lord Kira. Dia pun mencari semua kerabat-kerabatnya dan menemukan sebanyak 47 yang diajaknya untuk membalas Lord Kira dan merebut kembali Kerajaan Lord Asano.
An American Style Samurai Movie
Kesalahan besar dan yang paling utama dalam film ini adalah terlalu banyak memasukkan elemen hollywood ke dalam film yang notabene adalah sejarah terkenal milik jepang. Perlu kita tahu bahwa 47 Ronin mengusung cerita dari sebuah sejarah klasik jepang. Sejarah itu pun tentu sudah familiar bagi banyak orang. Tetapi bagaimana Carl Rinsch salah dalam mengambil keputusan dalam eksekusinya, berpengaruh sangat signifikan terhadap kelangsungan cerita dari film ini.
47 Ronin pun kehilangan daya tariknya sebagai film samurai jepang yang pastinya sudah diidam-idamkan oleh penonton saat menilik sinopsis, trailer, bahkan posternya. Carl Rinsch terlalu memberikan bumbu-bumbu Hollywood yang sangat dominan. Bahkan adegan fighting dengan menggunakan samurai pun jatuh dengan choreography yang sangat modern. Sehingga, film yang “based on true story” ini malah merusak cerita asli dari sejarah yang ada.
Tak salah memang, hollywood pernah juga mengacak-acak sejarah milik presiden Abraham Lincoln yang sedang berusaha memburu para vampir. Tapi, cerita itu memang diangkat dari sebuah novel fiksi. Tidak seperti 47 Ronin yang menaruh tulisan “Based On True Story” di dalam filmnya. Pembawaan ceritanya yang terlalu modern dan mengurangi unsur japanese di dalam filmnya ini, berpengaruh besar dengan ceritanya. Terkesan ini adalah sebuah film fiksi original arahan sutradara amerika dengan pengambilan setting tempat di Jepang. Meskipun semua jajaran aktor-aktrisnya pun dominan adalah orang jepang. Tapi malah Japanese taste-nya menghilang.
Hal lain yang semakin memperburuk performa dari cerita yang ada adalah naskah yang ditulis menunjukkan berbagai kelemahan dalam penuturannya. Bagaimana penceritaan awal yang tertuju pada sosok Kai yang diperlihatkan akan menjadi center character yang memiliki sepertinya akan memiliki andil besar didalam plot inti di film ini. Sayangnya, karakter tersebut hanya sebuah subplot tempelan yang tak ditampilkan pun sepertinya tak berpengaruh dengan jalannya cerita.
Toh, pada akhirnya spotlightyang awalnya berada pada sosok Kai dan dramtisasinya yang berlebihan itu pun pada akhirnya juga melebur tanpa sisa dan menghilang begitu saja. Apalagi ketika permasalahan hanya fokus terhadap bagaimana para ronin sedang berusaha membalaskan dendam kepada sang musuh. Terkadang muncul ke permukaan dengan tiba-tiba tanpa mungkin sebagai pemanis. Tapi sayang, itu menganggu dan tak perlu muncul dalam film pun juga tidak masalah. Seharusnya, penciutan sudut pandang kepada sosok Kai pun tidak diperlukan malah pendalaman karakter miliknya juga sangat minim.
Jika anda menekan ekspektasi yang serendah-rendahnya terhadap film ini, mungkin beberapa bagian akan setidaknya menghibur anda. Meskipun, setiap detil kecil plot cerita di film ini sudah umum digunakan dan predictable. Ini jelas sebuah sajian hiburan instan tanpa plot memadai dengan adegan aksi yang tidak seru. Ini film samurai dengan rating PG-13. Ayolah, mana letak serunya? Jika World War Z sukses memberikan plot yang sesak dan dengan tensi yang terjaga yang juga sama-sama minim darah. Tapi, 47 Ronin? Plotnya kendor, tensi hambar, minim darah di banyak adegan fight? Mengurangi rasa greget yang sudah tidak dihadirkan di film ini.
Begitupun dengan jajaran aktor-aktris yang bermain di film ini. Keanu Reeves bermain ala kadarnya. Pun begitu dengan para pemeran pendukung yang lain. Spotlight jelas diambil alih oleh Rinko Kikuchi sebagai pemanis di film ini. Meskipun aktingnya pun terkadang bermain berlebihan, tetapi dia masih mampu menonjolkan sisi jahat dari peran yang dia mainkan.
Overall, 47 Ronin adalah proyek mega budget dengan berbagai masalahnya. Masalah bukan hanya terletak pada masalah produksinya saja. Tetapi, masalah juga ada dalam hasil akhir dan eksekusi dari sutradara debut, Carl Rinsch. Film tentang sejarah jepang tanpa memberikan rasa jepang yang kental sama sekali di dalam filmnya.