Stand up comedy sudah menjadi tren di Indonesia. Bahkan, sudah ada ajang pencarian bakat dalam bidang tersebut. Sayangnya, stand up comedymasih segmented di kalangan masyarakat. Tak semua guyonan yang di lontarkan oleh para Comic – Sebutan untuk pelakon stand up comedy – bisa diterima oleh seluruh kalangan. Anggy Umbara, mengumpulkan para jebolan-jebolan ajang pencarian bakat Stand up comedy itu di dalam sebuah film.
Comic 8, film di mana para Comic berkumpul. Dari trailer, penonton bakal disuguhi dengan berbagai parodi menarik dari film-film luar negeri maupun dalam negeri. Sebut saja The Raid, The Dark Knight, maupun Fast & Furious 6. Comic 8 akan menjadi proyek Anggy Umbara yang lain dengan gaya penceritaan miliknya dan visual yang menarik serta coloring adegan yang sepertinya sudah menjadi trademark untuk film-filmnya.
Comic 8 sendiri menceritakan 3 geng yaitu The Amateurs yang beranggotakan Babe, Fiko, Bintang dengan latar belakang mereka yang aneh, The Gangstersyang beranggotakan Ernest, Kemal dan Arie dengan kepribadian mereka yang lebih tangguh dan keyakinan yang lebih tinggi, serta The Absurd yang berisikan duo Mongol dan Mudy, mereka memiliki tujuan idealis di dalam gengnya.
Ketiga geng ini memiliki satu tujuan yaitu untuk merampok Bank INI (Indonesia Netherlands Incorporate). Tetapi meskipun satu tujuan mereka tidak menyangka akan bertemu satu sama lain bahkan mereka pun tak saling kenal satu sama lain. AKP Bunga (Nirina Zubir) beserta anak buahnya mencoba untuk menghentikan aksi mereka.
Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang*
(*syarat dan ketentuan berlaku)
Komedi, salah satu genre yang bisa dibilang gampang-gampang susah. Tak semua orang akan bisa menerima sajian komedi dalam sebuah film. Komedi di dalam sebuah film bisa jadi memiliki dampak yang lain dari satu penonton ke penonton yang lainnya. Maka dari itu, membuat jokesyang universal pun sangat susah dalam suatu film. Mengingat fenomena Stand Up Comedy masih menjadi komedi yang segmented, well, usaha Anggy Umbara dalam mengumpulkan mereka dalam satu film patut diapresiasi.
Mengumpulkan banyak komedian di dalam satu film mungkin menjadi kesulitan tersendiri bagi seorang sutradara. Bagaimana sebuah komedi yang biasanya dilontarkan secara spontan oleh komedian akan terbatas dengan sesuatu yang disebut naskah film. Fajar Umbara, selaku penulis skenario Comic 8 pun mencoba untuk mengatur porsi jokestanpa mengesampingkan premis cerita dari film Comic 8 dan juga dirinya tak lupa untuk mencocokkan kepribadian para Comicdengan karakter-karakter di dalam film ini.
Sadly, ketika akhirnya Fajar Umbara mencoba untuk tetap memberikan porsi seimbang antara Jokes dengan plot cerita ini malah merusak citarasa humor yang disajikan di dalam film. Tak semua kalangan akan bisa menerima dengan baik humor-humor yang dilontarkan oleh para comic. Sebagian mungkin iya, tetapi sisanya? Bisa jadi tidak. Hit and Miss, ungkapan tepat yang mewakili film ini.
Terapi humor yang masih terkesan segmenteditu mungkin dipengaruhi oleh guyonan-guyonan slapstick yang terlalu ringan dan bisa ditebak. Lebih disayangkan lagi, humor-humor andalan yang bisa membuat penonton tertawa bersama-sama itu sudah ditampilkan semua di dalam trailernya, dan tidak ada sisa-sisa kekuatan lagi untuk membangun nuansa komedi yang akan membuat penonton tertawa. Sungguh disayangkan.
Fajar Umbara mungkin terlihat kebingungan untuk mengatur porsi yang seimbang dalam naskahnya. Tetapi, masih terlihat banyak potensi yang bisa digali dengan cerita di dalam film Comic 8. Plot-plot cerita serius tentang perampokan bank dengan ide-ide yang baik dilengkapi dengan twist-twist yang harusnya menarik meskipun harus dipaksa untuk terlihat ada dengan plot holes bertebaran dimana-mana. Skrip milik Fajar Umbara ini memiliki dasar potensi untuk menjadi sajian yang sangat menarik tetapi tidak memiliki treatment yang baik.
Untungnya, Anggy Umbara, sang Sutradara selalu bisa menampilkan filmnya dengan gaya cerita miliknya yang menarik dan stylish. Begitupun di film Comic 8, bagaimana setiap adegan bisa ditampilkan dengan penampilan semenarik mungkin yang akan memanjakan mata setiap penonton film Indonesia. Meskipun grading color di film ini yang memiliki pengaruh minor bagi setiap visualisasi yang sudah dikemas apik itu.
Aksi tembak menembak yang divisualkan apik lengkap dengan efek slow motion yang mungkin akan membuat sebagian orang berdecak kagum. Lupakan tentang Visual Graphic Effect yang masih begitu kasar dan menjadi kendala di dalam film Comic 8 (dan juga bagi setiap film milik sineas Indonesia) karena hal tersebut hanya sebagai pelengkap dari segala penceritaan stylish ala Anggy Umbara. Setidaknya, masih dibuat dengan niat yang cukup besar meskipun masih kurang diolah dengan lebih baik lagi.
Hal pendukung lainnya berada pada jajaran musik yang didesain khusus oleh Khikmawan Sentosa dengan sampel lagu Kompor Mleduk milik Benyamin S. Tak hanya itu, soundtrack menarik yang harus digaris bawahi yaitu lagu opening mash-up lagu Kompor Mleduk milik Benjamin S., Bangun Tidur milik Mbah Surip, dan Letoy milik band Blackout dengan irama rock kental yang juga senada dengan tema filmnya. Mungkin telinga anda tidak salah jika mendengarkan salah satu scoring yang sama dari salah satu film Hollywoodyaitu Sherlock Holmes yang dicompose oleh Hans Zimmer.
Maka dari itu, sebuah film komedi menjadi salah satu genre yang sulit untuk diwujudkan jika sang film maker tidak memiliki selera humor yang universal. Karena setiap orang memiliki selera humor yang berbeda-beda. Para film maker mungkin menganjurkan kepada setiap penontonnya untuk tertawa saat menyaksikan film komedi buatan mereka tetapi ingat, syarat dan ketentuan masih berlaku di dalam sebuah film komedi. Komedi ringan yang cerdas dan bisa diterima oleh setiap golongan itulah yang terpenting. Tertawalah sebelum tertawa itu dilarang, tetapi jika tidak ada bahan yang bagus untuk ditertawakan, buat apa tertawa?
Overall, Comic 8 adalah film komedi aksi dengan presentasi dan visualyang begitu stylish dan menarik. Sebuah sajian komedi masih segmented dengan humor slapstick kuno dan klise. Memiliki naskah yang harusnya berpotensi untuk menjadi film yang jauh lebih bagus tetapi sayangnya, tidak diolah dengan lebih baik lagi.